Makepung lampit bermula pada kegiatan 'ngelampit', yaitu mengemburkan tanah sawah pada kondisi basah setelah sebelumnya dicangkul atau digemburkan dengan kerbau (nenggala).
Selanjutnya untuk menghalau kebosanan beberapa masyarakat mencoba balapan kecil-kecilan jadilah lama-lama makepung lampit ini.
Secara umum makepung lampit ini tidak jauh beda dengan makepung di lintasan kering yang lebih sering di kenal. Perbedaannya hanya pada lintasan yang lebih terbatas dan basah, serta tidak digunakannya gerobak kereta buat si joki.
Tradisi ini mungkin terlihat mirip dengan Pacul Jawi di Sumatera, tetapi sebetulnya ini murni tradisi masyarakat Jembrana, Bali. Menurut keterangan seorang warga, Bpk. Wayan Sampun, 60 tahun, tradisi ini terkahir kali diselenggarakan pada tahun 1990. Namun mulai akhir tahun lalu mulai lagi dibangkitkan seiring dengan makin bermunculannya penggalian tradisi-tradisi lama untuk keperluan pariwisata serta media fotografi / video.
Sekadar informasi, sampai saat blog ini ditulis, belum ada event reguler untuk tradisi ini. Sementara baru bersifat rekonstruksi dan settingan dimana memerlukan biaya agar bisa terselenggara. Selain itu penyelenggaraannya juga minimal pada interval 4 bulanan, dengan acuan musim tanam. Biasanya diselenggarakan sebelum mulai penanaman padi di sawah (kondisi sawah siap tanam)
|
Makepung Lampit. Tradisi balapan kerbau di lintasan sawah siap tanam di Yeh Peh, Jembrana, Bali |
|
Bercanda ala joki makepung lampit disela-sela antar sesi makepung |
0 comments for Makepung Lampit - Makepung di Lintasan Basah