0
comments
Wayang Lemah disebut pula dengan istilah wayang gedog, pada umumnya dipentaskan siang hari. Wayang ini dipentaskan tanpa kelir atau layar dan lampu belencong. Dalam memainkan wayangnya, dalang menyandarkan wayang-wayangya di atas benang tukelan (seutas benang tukelan) sepanjang sekitar satu setengah meter yang diikat pada kayu dapdap ditancapkan pada batang pisang di kedua sisi dalang. Gamelan pengiringya adalah gender wayang yang berlaras selendro (lima nada).
Wayang Lemah termasuk salah satu wayang dari tiga macam wayang yang disakralkan di Bali. Tiga wayang dimaksud adalah Wayang Sapu Leger, Wayang Sudamala dan Wayang Lemah. Ketiga wayang itu mempunyai persamaan fungsi yaitu: ngeruat. Dari ketiga jenis wayang itu, Wayang Sapuh Leger diusung paling angker dan paling berat, baik bagi dalang yang membawakannya maupun bagi yang berkepentingan, yaitu dalam konteks khusus ngeruat orang yang dilahirkan pada wuku wayang. Sedangkan Wayang Sudamala dan Wayang Lemah mempunyai fungsi lebih umum yaitu untuk manusa yadnya, pitra yadnya, dewa yadnya, buta yadnya, dan resi yadnya.

Di beberapa desa, pertunjukan Wayang Lemah disebut "ngiring pedanda" (mengikuti pendeta) yaitu ketika pendeta selesai mengumdangkan doa mantranya (mepuja) maka Wayang Lemah juga selesai, meskipun ceritanya belum selesai. Struktur pertunjukan wayang terurut dari Tabuh Petegak, Pemungkah, Gilak Kayonan, Rundah (adegan sidang), Angkat-angkatan, Rebong, Bapang Delem, Pesiat dan terakhir ditutup dengan Tabuh Gari. Cerita yang dibawakan pagelaran Wayang Lemah untuk upacara dewa yadnya diambil dari epos Mahabharata, misalnya "Raja Suya" yang mengisahkan sebuah upacara yang bernama Raja Suya yaitu penobatan Yudistira sebagai Raja Indraprasta.
0 comments for Wayang Lemah